Monday, March 22, 2010

Anak Jalanan, Anak Bangsa

Saat ini, permasalahan terkait anak semakin banyak dan beragam. Indikasinya adalah semakin banyaknya anak-anak terlantar dan yatim-piatu yang tidak terurus, pemberdayaan anak-anak yang tidak pada tempatnya seperti dipekerjakan dengan waktu kerja yang sangat keterlaluan dan gaji yang tidak masuk akal, dsb. Sedangkan kita semua mengetahui bahwa kehidupan anak-anak seharusnya diisi dengan bermain, belajar, dan bersuka ria. Begitu juga dengan permasalahan anak jalanan di perkotaan merupakan suatu hal yang dianggap wajar oleh masyarakat, padahal hal ini seharusnya merupakan suatu hal yang tidak wajar terjadi. Permasalahan anak jalanan merupakan salah satu dampak dari kurangnya kesadaran dan kepedulian sosial di masyarakat terhadap kondisi anak-anak.
Undang-undang dasar mengatur bahwa Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara (pasal 34 ayat 1), namun kenyataannya kemampuan pemerintah tidak sebanding dengan meningkatnya permasalahan anak, baik secara kuantitas maupun kualitas. Jumlah anak terlantar (dimana anak jalanan termasuk didalamnya) cenderung semakin meningkat, seiring dengan permasalahan kemiskinan yang belum dapat diatasi. Data PUSDATIN tahun 2006 menunjukkan bahwa anak terlantar di Indonesia mencapai 2.815.383 jiwa. Karena keterbatasan pemerintah itulah, peran aktif dari masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan ini sangat dibutuhkan.
Apa yang dapat dilakukan masyarakat terkait anak jalanan tersebut? Pada dasarnya, kebutuhan individu dapat dibedakan menjadi 2 kelompok besar, yaitu kebutuhan fisiologis dan psikologis (Cole dan Bruce, 1959). Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan primer seperti makan, minum, tidur, seksual, atau perlindungan diri. Sedangkan kebutuhan psikologis yang disebut juga kebutuhan sekunder dapat mencakup kebutuhan untuk mengembangkan kepribadian seseorang, contohnya adalah kebutuhan untuk dicintai, kebutuhan mengaktualisasikan diri, atau kebutuhan untuk memiliki sesuatu, di mana kebutuhan psikologis tersebut bersifat lebih rumit dan sulit diidentifikasi segera. Begitu juga dengan anak jalanan tersebut, untuk dapat memupuk harga diri, perilaku dan aktualisasi dirinya, pertimbangan mengenai keunggulan dan kelemahan serta kebutuhan anak jalanan tersebut perlu dilakukan.
Begitu juga dengan kondisi anak-anak jalanan (ANJAL) yang berada di sekitar pasar Ciroyom Bandung ini. Begitu banyak orang yang menilai negatif terhadap ANJAL tanpa mengetahui kondisi ANJAL tersebut dengan sesungguhnya. Mengelem, meminta-minta memang dianggap hina oleh masyarakat sekitar, bahkan oleh kaum terdidik seperti mahasiswa juga menganggap hal itu adalah perbuatan hina. Namun apakah kita mengetahui apa penyebab mereka melakukan perbuatan hina tersebut secara langsung? Pasti kebanyakan dari kita hanya berasumsi tanpa terjun secara langsung untuk mencari tahu penyebab mereka melakukan hal ini. Dengan menumbuhkan dan menunjukkan sedikit rasa kepedulian kita dengan cara mencari informasi mengenai kondisi anak jalanan itu dapat memberikan kontribusi dalam perubahan perilaku anak jalanan tersebut.
Sebagai contoh, di Rumah Belajar (RUBEL) Sahabat Anak Jalanan (SAHAJA) Ciroyom, para anak jalanan mendapatkan sedikit rasa kepedulian dari berbagai macam relawan yang datang dan pergi. Rasa kepedulian itu bermacam-macam bentuknya, ada yang mengajak mereka menggambar bersama, ada yang mengajarkan baca tulis dan berhitung, ada yang mengajak mereka jalan-jalan dan bahkan ada yang rela menginap barsama mereka untuk menunjukkan kepedulian mereka. Mungkin tidak semua orang sudah memiliki sekaligus merealisasikan rasa kepedulian mereka seperti yang diatas. Untuk mulai menumbuhkan rasa kepedulian dan merealisasikannya membutuhkan niat yang begitu luar biasa pada awalnya. Coba kita pikirkan, waktu kita dalam sehari ada 24 jam, tidak bisakah kita luangkan waktu kita lima menit dalam satu hari untuk menyapa dan menanyakan kabar mereka, atau mungkin setengah jam dalam sehari untuk mengajarkan arti dan makna hidup ini.
Salah siapakah fenomena anak jalanan ini? Salah pemerintahkah yang sibuk berbicara bahasa saktinya tentang EKONOMI MAKRO nya? Salah orang-orang terpelajarkah yang menjadikan diri mereka PELACUR INTELEKTUAL dengan jargon-jargon KEBENARAN ILMIAH yang akhirnya tidak membuat mereka melakukan apa-apa? Atau salah mereka kah KARENA TIDAK BISA MEMILIH UNTUK TIDAK DILAHIRKAN SEBAGAI ANAK JALANAN?
mereka tidak butuh dikasihani, mereka tidak butuh harapan-harapan kalian.
bantulah mereka membuat pilihan-pilihan baru dalam hidup mereka.
mereka hanya butuh sedikit perhatian dan kasih sayang.
agar mereka dapat merubah hidup mereka.
mereka juga anak bangsa ini.
mereka juga adik-adik kita.
walau mereka tidak seberuntung kita.
tapi marilah kita buat mereka tersenyum.
dan memberikan sedikit arti kehidupan kepada mereka.
terkadang terlalu banyak alasan kita untuk menutup mata, kuping dan hati kita.



artikel ini saya sadur dari http://shout.indonesianyouthconference.org/article/gredinov/1960-anak-jalanan-anak-bangsa/

No comments:

Post a Comment